Minggu, 13 Juni 2010

titip ibuku ya Allah (repost)

Titip Ibuku ya Allah

" Nak, bangun... udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja... "
Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku
bisa mengingat.
Kini usiaku sudah kepala 3 dan aku jadi seorang karyawan
disebuah Perusahaan Tambang, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.

" Ibu sayang... ga usah repot-repot Bu, aku dan adik-adikku udah
dewasa "
pintaku pada Ibu pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung
berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran.
Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa
Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa
disembunyikan.
Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka,
mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena
dari sebuah artikel yang kubaca ... orang yang lanjut usia bisa sangat
sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ..... tapi
entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih.
Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya,

" Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang
bikin Ibu sedih ? "
Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana .
Terbata-bata Ibu berkata,

" Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu.
Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak
boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi
jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri "

Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah
melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan.

Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan
bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak
berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut
pandang masing-masing.
Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan
untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada
putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab,

" Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada
Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan .
Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian
berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu . Setelah dewasa,
kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu
kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan
kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap,
" Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali
ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu
menginginkan sesuatu. "

Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai
seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan
Ibuku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu
kepada pembantu. Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata
keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang
ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari Ibu
bangun dan membangunkan kami untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke
dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan adik-adik sering tertidur
lagi...
Ah, maafin kami Ibu ... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan
tak pernah membuat Ibu lelah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar